Sekelumit keresahan pada Pendidikan

Raya Adhary
4 min readMay 18, 2021

--

https://unsplash.com/photos/n1LIveUPls4

Semua orang pasti berbeda begitu juga dengan pelajar, jika boleh saya mengutip, “Ikan akan terus merasa bodoh, Jika dipaksa untuk memanjat pohon”, Lantas apa hubungannya dengan pelajar?, Hubungannya disini adalah ketika siswa yang beragam pikiran dan cara belajar dipaksa untuk mengerti semua pelajaran, ini mustahil, Setiap orang memiliki keahliannya dan keminatannya masing masing, namun mengapa seolah olah ingin menghilangkan sifat unik dari setiap individu siswa, saya tegaskan ulang bahwa yang kita kira bodoh belum tentu bodoh dan yang kita kira pintar juga belum tentu pintar, ketika kegiatan belajar mengajar dikelas mungkin guru atau siswa saling jengkel satu sama lain, guru jengkel karena tak ada siswa yang mengerti materi yang disampaikannya dan siswapun jengkel karena sangat sulit materi yang dipaparkan, Kemudian siswa hanya menunggu satu hal, kapan jam pelajaran ini akan habis, mungkin yang lainnya akan asik mengobrol membicarakan tentang perempuan yang digemari hingga sepakbola hingga sampai terdengar sang guru membuatnya naik pitam, tak ada yang salah dan yang benar tergantung presepsi kita mengambil dan memandangnya.

Ada pula guru yang memaksakan siswanya untuk menjawab soal didepan kelas, kerap kali yang ditunjuk adalah siswa yang tak memerhatikannya, ketika itu terjadi, siswa yang maju tak bisa menjawab dan guru pun marah, kemudian guru tanpa sadar selalu ada bias di kelas, selalu berpihak pada yang mengerti atas materi yang disampaikan, bukankah yang lebih penting itu menjelaskan ulang hingga mengerti pada yang belum bisa, ini mungkin sepele namun berdampak besar pada sang siswa, siswa yang tak mengerti tak berani berterus terang atas yang tak dimengertinya karena akan dijawab, “mengapa tak memerhatikan” bahkan lebih parah disebut bodoh, belum lagi tentang kecemburuan sosial yang akan terus menjaga jurang hirarki di kelas, tanpa kita sadari ini menjadi sebuah kebiasaan, bahwa murid sudah ditakuti oleh simbolik salah, tentang salah itu buruk dan benar itu baik, yang pada kenyataannya yang salah pun tak sepenuhnya salah dan tak selalu salah, begitupun sebaliknya, kita selalu terpaku pada kebenaran yang pada dasarnya tidak ada dan terus berkembang, kita selalu takut salah padahal ketika kita salah begitu banyak hal yang bisa kita ambil dari salah tersebut bahkan lebih berharga dari benar, Kita seolah olah terkungkung dalam kenaifan satu sama lain, Mengingatkan saya pada Soe Hok Gie, ”Guru itu bukan dewa, dan Murid itu bukan kerbau.”

Guru mungkin akan senang pada siswa yang pintar namun takut dengan cerdas, karena ketika berhadapan dengan siswa yang cerdas, guru takut kehilangan simbol kehormatannya, berhadapan dan berdialektika dengan siswa yang cerdas adalah sama saja seperti mimpi buruk, karena keraguan keraguan dan pertanyaan dalam benaknya bagai anak panah yang menusuk diri, Karena kebanyakan guru selalu bersikap sentralis, Semua harus berada dari dirinya dan sudah pasti selalu benar.

Ketika ada siswa yang kritis mempertanyakan apa yang disampaikannya, Ketika ada yang seperti itu balasan yang terucap darinya adalah sangkaan melawan, tak sopan, dan menghina padahal ini soal argumentasi, memang tak semua seperti itu, ada yang terbuka dan menginginkan suasana kelas bising oleh lontaran buah pikiran yang berbeda dan menemukan titik temu untuk setiap permasalahan, Banyak yang tak siap atas perubahan, mungkin banyak juga yang siap dengan perubahan namun tak siap dengan perubahan yang drastis, ketika pembawaan dari sosok guru adalah sentralis yang berarti hanya dia sosok yang benar dan ketetapannya mutlak, Maka berhentilah apa arti pendidikan dan ilmu tersebut, Mungkin ini adalah budaya tabu yang terus dilestarikan dengan beragam guru dan beragam pula sifatnya.

Pada saat belajar mengajarpun saya menemui guru yang lebih fokus pada pribadinya dibanding kewajiban mengajarnya, ada yang hanya melihat gawainya, siswapun sangat sungkan untuk menegur walaupun ya sifat dari guru tersebut salah, budaya yang buruk masih dilestarikan dengan subur, sedikit yang bisa berargumentasi dan berpikir kritis pada guru karena mereka dan yang lain takut pada ancaman pengurangan nilai ataupun dilaporkan sikapnya pada orangtua,

Lalu Ujian yang katanya untuk menguji kemampuan seorang siswa malah menjadi tekanan dan stress bagaimana yang terjadi banyak hal manipulasi yang dilakukan oleh siswa hanya untuk mendapatkan nilai ujian yang baik seperti mencontek, kerjasama, menaruh buku dikolong meja, dan sebagainya, Nampaknya nilai lebih dihargai dari kejujuran dan tidak aneh lagi banyak siswa yang mengeluh tentang ujian bahwa ujian ini adalah salahsatu momok yang menakutkan, bagaimana sistem ujian ini terus menjadi ketakutan tak terkecuali saya, banyak sekali yang menerapkan sistem kebut semalam saat ujian akan dilaksanakan, semua siswa berlomba berlari dari ketakutannya masing masing, takut tak naik kelas, takut nilai jelek, takut tak mendapat ranking, takut ranking turun, semua menghamba pada ketakutannya masing masing, seharusnya dalam menyikapi ujian, kita tak seharusnya berlebihan, Semua yang kita takuti belum tentu semua terjadi dan setelah terjadi pun kita tak akan selamanya seperti itu, tak selayaknya pun kita pasrah dalam setiap keadaan.

--

--

Raya Adhary

Seorang yang sok tahu akan hal remeh temeh yang seharusnya tak perlu dipikirkan.